PSU Pilgub Papua Memanas: MARIYO Ungkap Dugaan Cacat Hukum Pasangan BTM–CK

BUMINUMBAY.ID,Jayapura,- Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pemilihan Gubernur Papua kembali menjadi sorotan tajam publik.

Di tengah berbagai tudingan yang diarahkan kepada pasangan calon nomor urut 02, MARIYO (Matius Fakhiri–Aryoko Rumaropen), Juru Bicara Pasangan Mari-Yo Dr. Muhammad Rifai Darus, justru melontarkan pernyataan mengejutkan yang membalikkan arah opini publik.

Dalam konferensi pers yang digelar baru-baru ini, Rifai mengungkap dugaan pelanggaran serius yang dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 01, Benhur Tomi Mano–Constan Karma (BTM–CK).

Ia menyoroti status Constan Karma sebagai calon wakil gubernur yang dinilai tidak memenuhi syarat hukum.

Dasar Hukum yang Dipersoalkan

Rifai merujuk pada sejumlah regulasi yang menurutnya telah dilanggar:

– Pasal 7 ayat (2) huruf o UU No. 10 Tahun 2016 menyatakan bahwa calon wakil gubernur tidak boleh pernah menjabat sebagai gubernur di daerah yang sama.
– Pasal 14 ayat 2 huruf n PKPU Nomor 8 Tahun 2024 memperkuat ketentuan tersebut.
– Putusan Mahkamah Konstitusi menyamakan status penjabat, pelaksana harian, dan pelaksana tugas sebagai bentuk jabatan gubernur yang sah secara hukum.

Constan Karma diketahui pernah menjabat sebagai Penjabat Gubernur Papua pada periode 2012–2013. Menurut Rifai, hal ini seharusnya menggugurkan pencalonannya sebagai wakil gubernur.

“Bukan Sekadar Pelanggaran Administratif, ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini adalah bentuk kecurangan brutal yang mencederai integritas demokrasi,” tegas Rifai dalam pernyataannya.

Pasangan MARIYO pun menyerukan kepada Mahkamah Konstitusi untuk meninjau ulang status pencalonan pasangan BTM–CK dan mempertimbangkan pembatalan atas dasar cacat hukum.

Ia juga mengajak masyarakat Papua untuk tetap tenang, menjaga persatuan, dan terus mengawal proses demokrasi dengan cinta dan kesadaran hukum.

“PSU ini terjadi karena cacat syarat calon wakil gubernur. Jangan sampai kesalahan yang sama terulang dan merugikan keuangan daerah serta kepercayaan publik,” tambah Rifai.

Pernyataan ini menambah panas suhu politik menjelang keputusan akhir Mahkamah Konstitusi. Di tengah harapan akan pemilu yang jujur dan adil, publik Papua kini menanti: apakah dugaan kecurangan ini akan menjadi titik balik dalam sejarah demokrasi di Bumi Cenderawasih.

Dengan penasnya politik yang kian meningkat, semua mata kini tertuju pada Mahkamah Konstitusi. Keputusan yang akan diambil bukan hanya menentukan hasil Pilgub, tetapi juga menjadi cerminan komitmen terhadap supremasi hukum dan keadilan demokrasi di Papua.

Penulis: Rilis Editor: Redaksi